Guratan oranye di ufuk barat mulai tergantikan dengan warna ungu kehitaman. Suara bising perlahan-lahan berkurang dan digantikan dengan sunyi senyap. Perempuan yang duduk diteras rumah sudah masuk ke dalam rumah, menyalakan lampu terasnya. Sudah saatnya perempuan dengan kekasih senjanya itu berpisah. Bukan waktunya mereka untuk bercumbu ketika gelap malam menghampiri.
Guratan warna oranye di ufuk barat mungkin menawan. Ia terang. Ia bersinar. Ia cantik. Ia mempesona. Tidak hanya perempuan itu saja yang menjadikan senja sebagai kekasihnya, semua orangpun berlomba-lomba menjadikan senja sebagai tambatan hati. Layaknya dengan kekasih, mereka menuliskan puisi dengan diksi yang memikat hati. Sehingga barang siapa yang membaca kelak akan jatuh hati.
Ketika matahari mulai turun ke barat, banyak orang yang melihat. Diam. Bagai disihir. Mereka melongo terkagum-kagum dengan senja. Mereka jatuh sejatuhnya dengan senja. Mereka menikmati bagaimana matahari meninggalkan timur demi barat. Mereka menikmati bagaimana barat memeluk erat, menenggelamkan matahari. Apa yang sebenarnya mereka suka dengan senja?
Senja, ia tak bertahan lama. Cantiknya hanya sebentar.
Kau tau apa yang lebih cantik dari senja? Ia adalah malam.